Translate

Senin, 29 Desember 2014

Profil SMI



Sejarah Lahirnya Serikat Mahasiswa Indonesia
Embrio Persatuan Serikat Mahasiswa Indonesia ( SMI ) adalah organisasi yang tidak lahir begitu saja, namun SMI mempunyai sejarah yang cukup panjang terutama dalam proses pembangunannya. Diawali sejak akhir tahun 2001 terbentuk Komite Pendidikan Bersama Indonesia ( KPBI ) yang terdiri dari Organisasi-Organisasi gerakan mahasiswa tingkat kota (wilayah) yaitu Keluarga Mahasiswa Yogyakarta (KMY), Komite Mahasiswa Mataram (KOMIT) setelah melakukan ekspansi di beberapa kampus berubah namanya menjadi Komite Mahasiswa Mataram untuk Demokrasi (KOMID), Dewan Mahasiswa dan Rakyat untuk Demokrasi (DEMARKASI–Malang) & Komite Mahasiswa Malang untuk Demokrasi (KOMANDO) yang dalam prosesnya kedua organisasi di Malang tersebut melakukan Unifikasi dan berubah menjadi Serikat Mahasiswa Malang (SMM), Di Semarang ada Serikat Mahasiswa Kaligawe (SEMAK) yang kemudian berubah menjadi Keluarga Aktivis Mahasiswa Demokratik (KAMD) setelah melakukan perluasan di beberapa kampus di Semarang, Di Pekalongan ada Keluarga Mahasiswa Sekolah Sadar Sosial (KM-S3), Di Jakarta ada Gerakan Mahasiswa Jakarta (GMJ) dan KM-Gunadharma serta KM-ISTN yang juga melakukan unifikasi menjadi Gerakan Mahasiswa Jabodetabek (GM-Jabodetabek), Di Surabaya ada Serikat Mahasiswa untuk Rakyat (SAMSARA), Di Bengkulu ada Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi (SMUD), Di Palembang ada Gerakan Solidaritas Mahasiswa Palembang (Gersos- MP), Di Jombang ada Komite Aksi Mahasiswa Jombang (KAMAJO) dan Jaringan Solidaritas Mahasiswa Jombang (JSMJ) yang kemudian unifikasi menjadi Serikat Mahasiswa Jombang (SMJ), Di Pasuruan ada Forum Diskusi Mahasiswa Merdeka (FORDISMA).         

Bahwa fragmentasi yang terjadi dalam perkembangan gerakan mahasiswa di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh sisa-sisa pola gerakan mahasiswa 1998 ketika Indonesia di bawah rezim ditaktor otoriterian “Soeharto”.

Semangat persatuan yang ada di masing-masing organisasi di setiap wilayah Indonesia tersebut menjadi benang merah yang terus diproses secara bersama-bersama menuju tahapan-tahapan yang kualitatif. Artinya ketika kita bersama memandang persoalan di setiap kampus / universitas, khususnya dunia pendidikan serta permasalahan rakyat lainnya secara umum. Ternyata memang berasal dari satu sumber kebijakan yaitu Negara beserta alat-alatnya yang memang masih sangat tunduk kepada kaum modal (kapitalisme internasional). Artinya beberapa persoalan yang muncul tidak dapat diselesaikan dengan alat perjuangan yang mempunyai karakter lokalistik atau bersandar pada setiap wilayah saja, akan tetapi dibutuhkan alat persatuan dan perjuangan secara nasional yang dapat lebih keras ketika memukul rezim borjuasi.         

KPBI (Komite Pendidikan Bersama Indonesia) pada waktu itu melakukan pendidikan-pendidikan bersama secara nasional dan melakukan pertemuan-pertemuan yang terdiri dari pertemuan sisipan setiap 3 bulan sekali dan pertemuan Nasional setiap 6 bulan sekaligus pelatihan nasional, Dalam proses Dialektikanya ketika perspektifnya semakin maju maka kemudian pada saat pertemuan KPBI di semarang tahun 2004 menghasilkan keputusan untuk mempersiapkan kerangka bangunan Ormass Mahasiswa Tingkat Nasional. Pada pertemuan tersebut pula KPBI berubah menjadi Komite Persiapan Serikat Mahasiswa Indonesia ( KP – SMI ), Setelah itu kemudian mulai berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan pembangunan Ormass Mahasiswa tingkat Nasional, KP-SMI secara struktur terdiri dari Sekretaris Umum, Komisi Pendidikan dan Propaganda, Komisi Organisasi dan Jaringan kemudian setelah ada kebutuhan lebih lanjut komposisinya ditambah satu perangkat lagi yaitu Ketua Umum, Semua perangkat tersebut bekerja untuk penguatan Infrastruktur dan Suprastruktur Organisasi.

Kemudian setelah seluruh proses Komite Persiapan berjalan, maka pada tanggal 15-18 Agustus 2006 Serikat Mahasiswa Indonesia / SMI melangsungkan Konferensi Nasional (KONFERNAS) yang pertama di Semarang, Sejak tanggal 17 Agustus 2006 (Hari Kelahiran SMI) maka secara De facto maupun De jure telah berdiri satu Organisasi Massa Mahasiswa Tingkat Nasional yaitu Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) yang siap berdinamika di kancah Gerakan Demokratik tingkat Nasional dan siap mengemban tugas-tugas perjuangan massa Mahasiswa di Indonesia.


Semangat Menuju Kepeloporan Gerakan Mahasiswa

Sebagai sebuah organisasi revolusioner, kita tidak bisa lepas dari hukum sosial tentang kehidupan kolektif. Kita, seperti organisasi-organisasi kebanyakan, terdiri dari kumpulan orang-orang yang berbeda-beda kepribadiannya. Secara teoritik, setiap anggota organisasi revolusioner menganut garis ideologi revolusioner proletarian. Dalam prakteknya, watak-watak kelas yang dimiliki para anggota kita sering kali menghambat penyaluran total aspirasi ideologis dalam benak mereka. Terjadilah kesenjangan antara teori dan praktek.

Dibesarkan dalam keluarga borjuis atau borjuis kecil, dipengaruhi lingkungan yang penuh dengan hegemoni kapitalisme, sangat sulit untuk mematerialkan kesadaran ideologis yang diperoleh hanya dari sekadar membaca atau berdiskusi. Ideologi tidak mungkin tertanam lewat diskusi semata atau berdialektika dengan bacaan-bacaan. “Belum dapat dikatakan beriman seseorang sehingga Kami uji (dengan aktivitas revolusioner -pen),” firman Tuhan dalam kitab suci. Kunci keyakinan ideologi seorang anggota terletak pada hasil perbenturan (kontradiksi) antara teori dan realitas. Inilah kebenaran filsafat materialisme-dialektik yang kita pelajari.

Kolektivitas adalah kunci pertahanan diri terhadap lingkungan. Kolektif hanya bisa dibangun dengan melakukan disiplin organisasi yang ketat. Ada bermacam-macam modus pendisiplinan dalam masyarakat dengan intensitas yang berbeda-beda. Ada pendisiplinan di tubuh organisasi militer, di pabrik, di sektor-sektor jasa (distribusi, utilitas dan sebagainya), di ladang pertanian, di perkebunan, dikapal nelayan, di sektor informal, di sekolah, di perguruan tinggi, di dalam keluarga, di dalam lembaga-lembaga formal (institusi), dsb. Hubungan antara manusia dengan alat-alat produksi menentukan watak kolektif dalam organisasi. Misalnya di pabrik, kelas buruh dikondisikan untuk bekerja dalam irama mesin. Lalai sedikit, produk yang dihasilkan oleh sistem produksi yang serba otomatis bisa berantakan. Sanksinya adalah pemotongan upah atau bahkan pemecatan. Buruh bekerja dalam shift, dan mereka hanya diperbolehkan meninggalkan tempat kerja ketika buruh shift berikutnya datang untuk menggantikan kedudukannya. Kerja dipabrik selama berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, dengan irama kerja mekanis, membentuk disiplin dalam diri buruh. Mereka harus bangun pagi-pagi sebelum jam kerja, harus menjaga waktu istirahat dengan waktu rekreasi, mengatur pengeluaran dari upah sebulan, dsb. Disiplin pabrik menciptakan disiplin pribadi. Disiplin pabrik juga menciptakan watak kolektif antara sesama pabrik. Di pabrik, mereka bertemu dan berinteraksi setiap hari. Mereka mengerjakan alat-alat yang sama. Mereka menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan, tiap bagian menentukan keseluruhan proses produksi. Karena itu, aksi mogok spontan buruh sangat mudah terjadi. Solidaritas sesama buruh bisa memicu perlawanan dalam bentuk massa. Kolektivitas terbangun ketika ada norma-norma sosial yang mengikat, dalam hal buruh pabrik adalah peraturan pabrik yang mengikat kerja-kerja mereka.

Sekolah menerapkan disiplin secara lebih longgar, dan lebih longgar lagi adalah perguruan tinggi. Sekolah mengharuskan pelajar masuk tiap hari, dari jam tujuh pagi sampai jam dua siang. Pelajar harus duduk tenang di kelas ketika guru mengajar. Ada etika pelajar yang ditanamkan sejak pertama kali masuk sekolah dasar, bahkan di TK. Dalam selang catur wulan, mereka harus siap-siap untuk mengikuti ujian, sehingga mereka dipaksa untuk mengatur waktu sedemikian rupa agar tidak tinggal kelas. Tinggal kelas adalah cacat besar bagi pelajar, jauh dibandingkan dengan beban SPP yang harus dibayar. Kolektivitas di sekolah cukup kuat. Tawuran-tawuran antar-sekolah menunjukkan solidaritas pelajar yang sangat kuat di tiap sekolah. Mereka membanggakan sekolahnya masing-masing. Biasanya ada acara-acara lomba antar-sekolah untuk menciptakan kompetisi, dan dibentuk pula lah solidaritas sekolah. Kemudian di Perguruan Tinggi, karena ikatannya lebih longgar, mahasiswanya susah dipersatukan. Mahasiswa secara inisiatif membentuk wadah-wadah sendiri dalam bentuk himpunan, unit kegiatan dan senat mahasiswa. Tiap organisasi mempunyai karakter sendiri, dengan tingkat kolektivitas beragam. Karenanya tidak heran, senat-senat mahasiswa rata-rata tidak mengakar ke massa, karena fragmentasi yang sangat besar di massa mahasiswa. Begitu banyak organisasi di kampus yang menawarkan kolektivitas yang lebih menyenangkan. Belum lagi adanya disiplin perkuliahan yang menuntut perhatian ekstra mahasiswa.

Solidaritas disektor informal, pertanian, jasa dan lain-lain lebih lemah daripada pabrik, tetapi bukan berarti tidak cukup kuat. Relasi mereka dengan alat-alat produksi yang berbeda dengan buruh menciptakan model solidaritas kolektif yang berbeda pula. Petani mempunyai ikatan kuat dengan tanah garapan dan alat-alat pertaniannya, melebihi solidaritas dengan sesama petani lainnya. Perdukuhan yang letaknya berjauhan, dipisahkan oleh bentangan sawah, mencegah interaksi yang lebih kohesif antara petani di satu dukuh dengan dukuh lainnya. Maka tidak heran perlawanan petani dalam sejarahnya selalu muncul dalam bentuk aksi-aksi lokal. Tetapi letak mereka yang terpencar, tersebar di semua tanah-tanah subur di seluruh negeri, menyebabkan aksi-aksi lokal membentuk skala nasional dan bisa mengancam kekuasaan. Jika ada organisasi tani yang mampu menyatukan mereka, perlawanan petani bisa diarahkan ke dalam revolusi sosial.

Dari bukti-bukti diatas maka perlulah kita untuk membangun kedisiplinan. Kita harus berani merombak hal buruk yang selama ini menjadi “tradisi”. Organisasi yang menjadi bagian dalam perjuangan Revolutioner, berfikir secara Materialis Dialektika menjadi dasarnya dimana salah satu faktor perubahan dari Kuantitatif menjadi Kualitatif harus segera ditanamkan. Sehingga nantinya organisasi kita menjadi organisasi yang kuat dalam kualitas dan tajam dalam menganalisa. Kedisipinan dalam organisasi mutlak harus dilakukan sebagai salah satu faktor untuk menjadikan organisasi yang radikal, progresif dan revolutioner.

Ditengah semakin masifnya kekuasaan kapitalisme di seluruh sektor rakyat, terkhusus di dunia pendidikan, maka menjadi tugas Serikat Mahasiswa Indonesia untuk terus memperbesar kekuatan, memperkokoh pondasi organisasi, memperluas sekawan perjuangan dan teguh memegang prinsip pembebasan nasional lawan imperialisme. SMI mengemban satu tugas penting, yaitu membangun kepeloporan gerakan mahasiswa di Indonesia. Hal ini menjadi tantangan bagi SMI di tengah carut-marut situasi pendidikan dan polarisasi gerakan mahasiswa yang rawan terjangkit oportunisme dan elitis.

Serikat Mahasiswa Indonesia akan terus menggelorakan perlawanan terhadap Kapitalisasi Pendidikan. Kalau kita belajar dari pengalaman gerakan mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak atas pendidikan dari berbagai negara, gerakan mahasiswa Indonesia masih jauh tertinggal. Gerakan mahasiswa di Praha, Perancis, Chile adalah beberapa negara yang perlu kita pelajari. Bahwa mereka mampu menggelorakan perjuangan sektor pendidikan yang dimulai dari tuntutan-tuntutan normatif mahasiswa di kampus... HINGGA meluas menjadi persoalan SOSIAL yang mampu menggerakkan Kelas Buruh, Guru, Dosen, Seniman dll. Menjadi sangat penting bagi SMI untuk membangun KESADARAN tiap anggota khususnya dan Rakyat pada umumnya, bahwa persoalan-persoalan pendidikan adalah PERSOALAN BERSAMA bagi RAKYAT yang ditindas oleh sistem kapitalisme.

Untuk itu, penting bagi kita merumuskan apa saja yang menjadi FOKUS PERJUANGAN SMI di sector pendidikan baik dalam bentuk kampanye maupun perjuangan-perjuangan menuntut hak-hak sector pendidikan.


Fokus kampanye:

“LAWAN KAPITALISASI PENDIDIKAN!!!”
           
Dengan memassifkan perjuangan-perjuangan ekonomis sektor pendidikan yang dimulai dari tingkat kampus sebagai upaya melancarkan POLITIK PENYADARAN  MASSA dan RADIKALISASI GERAKAN MAHASISWA.

Dengan Target tuntutan:
1.     Cabut UU No. 20 thn 2003 tentang SISDIKNAS.
2.     Cabut UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
3.     Berikan kebebasan berekspresi, berpendapat dan berorganisasi 
4.     Stop represifitas di dunia pendidikan
5.     Tolak liberalisasi dan komersialisasi pendidikan
6.     Libatkan mahasiswa dalam setiap pengambilan kebijakan di kampus.
7.     Transparansi biaya pendidikan.

Sangat perlu kita tegaskan kawan-kawan sekalian, bahwa Serikat Mahasiswa Indonesia sebagai organisasi massa mahasiswa yang berwatak demokratik serta senantiasa menghendaki perubahan, mensyaratkan kita untuk memiliki karakter yang progresif revolusioner, senantiasa terus berpraktek dan menteorikan praktek untuk memperbaiki kekeliruan dan kesalahan praktek. Maka Serikat Mahasiswa Indonesia tidak perlu segan dan takut untuk menyampaikan maksud dan tujuannya secara tegas dan terang-terangan di hadapan kelas penindas dan massa rakyat melalui perjuangan yang revolusioner.

Mari, menjadi generasi pejuang pembebasan nasional !


Viva SMI !

5 komentar:

Posting Komentar